Kecarian Panglima Polem
Posted in Aceh Besar
Meski hampir setiap pagi melewati Jl Panglima Polim aka Pangpol ketika berangkat ke tempat kerja, baru setelah berkeliling di komplek pemakaman Panglima Polem saat pulang ke Aceh dua bulan lalu, saya mulai iseng bertanya ke Mbah Gugel siapa sebenarnya Panglima Polem ini?
Adalah Ari si Buzzerbeezz, kawan blogger dari Aceh yang mengajak menggila pada jumpa pertama kami di Taman Budaya Banda Aceh.Tak punya itinerary khusus di hari pertama berada di Aceh membuat diri pasrah untuk mengikuti kemana pun akan digeret.
Niat awal hendak menghabiskan senja di tempat peristirahatan Ibu di Bukit Malahayati, namun setelah mengecek agenda rakan dari I Love Aceh ternyata kami dijadwalkan ke sana Minggu pagi. Bingung menggalau karena hampir semua situs di tengah kota sudah saya datangi pada kunjungan sebelumnya. Jadi gimana donk?
“Hmmm, mbak gimana kalau kita mencari makam Panglima Polem?”
“Oh boleh! dimana, jauh dari sini?”
“Lumayan, aku juga belum pernah ke sana sih tapi ancer-ancer daerahnya tahu. Arah keluar kota.”
*bungkussss!*
“Oh boleh! dimana, jauh dari sini?”
“Lumayan, aku juga belum pernah ke sana sih tapi ancer-ancer daerahnya tahu. Arah keluar kota.”
*bungkussss!*
Pk 15 matahari lagi garang-garangnya, kami meninggalkan pelataran Taman Budaya menuju Medan. Ehhmm … maksudnya melintasi jalan propinsi Aceh – Sumatera Utara. Pantat mulai terasa panas saat laju motor memelan dan perlahan keluar dari jalan beraspal berbelok ke jalan tanah yang kiri kanannya ditumbuhi pohon besar. Karena jalanan mulai meragukan kami sempat mampir ke Dayah dan bertanya pada tiga anak yang sedang bermain di sana letak makam Panglima Polem.
Dayah adalah kompleks sekolah agama (pesantren) yang kondisi bangunannya berupa rumah – rumah panggung yang membuat hati miris. Karena buru-buru tak sempat mengambil gambar di sini.
Panglima Polem sebenarnya adalah nama trah/keluarga bangsawan di Aceh yang diwariskan secara turun temurun. Karena kurangnya informasi di masyarakat kita Indonesia tercinta, yang melekat menyandang nama tersebut adalah Teuku Panglima Polem Sri Muda Setia Perkasa Muhammad Daud (1896-1936), pejuang kemerdekaan dari Aceh yang gambarnya banyak kita jumpai dengan ciri khas kaca mata John Lenon.
Dari beberapa informasi yang dihimpun mengenai Panglima Polem saya meringkasnya sbb: Teuku Panglima Polem Muhammad Daud adalah anak dari Panglima Polem VIII Raja Kuala. Panglima Polem bergabung dengan pasukan Teuku Umar berjuang melawan Belanda dengan konsentrasi wilayah di pegunungan Seulimeum. Pada Oktober 1897 wilayah Seulimeum berhasil dikuasai oleh Belanda, tanpa banyak perlawanan Panglima Polem pun hijrah ke Pidie dan diterima oleh Sultan Aceh, Muhammad Daud Syah. Pada 1 April 1898, Panglima Polem, Teuku Umar, para ulama dan Uleebalang mengangkat sumpah setia kepada Sultan Muhammad Daud Syah. Polem berdamai dengan Belanda pada 7 September 1903 menyusul penyerahan diri Sultan pada 10 Januari 1903.
Tak adanya informasi yang disertakan di setiap makam tentang siapa yang beristirahat di sana, membuat kening sering berkerut, “kalau ada keluarga jauh yang berkunjung, gimana mereka tahu itu makam kerabat yang dicari?” Batu-batu kali besar/kecil berbentuk lonjong maupun bulat bergelimpangan di sekitar bukit sebagai penanda adanya makam di situ membuat kaki mesti berhati-hati untuk melangkah. Sesekali kata maaf pun meluncur dari mulut kala tanpa sadar ujung kasut menyenggol bagian kepala. Tanpa terasa sejam lebih kami berteduh di bukit, mengitari makam yang ada di sana.
Dari ujung jalan komplek Makam Keluarga T. Panglima Polem tampak sangat indah. Berada di Desa Lam Sie, Kecamatan Kuta Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar; di atas bukit nan hijau yang dikelilingi persawahan. Aneka pohon yang tumbuh di sekitar makam membuat bukit cukup adem terlindung sengatan matahari. [oli3ve]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar